Yatim, Bukan Sebuah Penghalang Untuk Raih Kesuksesan
Smanisda - Seluruh rangkaian acara Regions Futsal Competition 2k11 akhirnya resmi ditutup ketika peluit panjang ditiup pada laga final antara SMPN 4 Sidoarjo kontra SMP Hang Tuah 5 Sidoarjo. Pertandingan berdurasi 30 menit tersebut sekaligus mengukuhkan SMP Hang Tuah 5 Sidoarjo sebagai juara baru setelah 3 tahun lamanya gelar tersebut dipegang oleh SMP Negeri 2 Sidoarjo. Kebahagiaan dan suka cita terus terpancar dari wajah-wajah pemain Spehama (Julukan SMP Hang tuah 5 Sidoarjo). Sujud syukur tak henti-hentinya mereka lakukan, doa-doa tiada batas mereka panjatkan. Seketika itu pula, teriakan dan ekspresi bahagia juga terlontar dari para supporter yang sedari tadi setia mendukung mereka.
Di antara kerumunan penuh kebahagiaan tersebut, tampak sosok pemain SMP Negeri 1 Candi yang sudah tidak asing lagi. Pemain tersebut tak lain adalah Jefri Hamdani, pemain SPINDI yang gagal lolos ke semifinal setelah langkahnya dihentikan oleh SMPN 2 Jabon. Kelincahan dan kelihaiannya dalam mengendalikan bola serta gol-gol indah yang dicetaknya patut diacungi jempol. 3 gol darinya yang menjadi kunci kemenangan Spindi pada babak Octofinal sudah menjadi bukti bahwa kemampuannya dalam bermain bola sudah tidak diragukan lagi. Segudang olahraga di bidang sepakbolapun sering ia raih. Namun, siapa sangka jika bocah yang tengah duduk di kelas 9-C tersebut menyimpan segudang masa lalu yang cukup suram dibalik kemampuannya bermain bola. Masa lalu yang membuat orang terenyuh saat mendengar kisahnya.
Jefri, begitulah biasanya ia dipanggil oleh rekan-rekan se-timnya. Dia merupakan salah satu diantara banyak korban tragedi tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004 silam. Jefri mengaku, saat itu ia terpisah dengan orangtuanya. Akhirnya, ia beserta 2 adiknya memutuskan untuk tinggal di pengungsian sampai mereka tahu keberadaan orangtuanya. Setalah beberapa lama tinggal di pengungsian, ia dikejutkan dengan informasi yang menyatakan bahwa ayahnya yang selama ini ia cari ternyata sudah meninggal dunia karena tertimpa reruntuhan rumah. Saat itu, Jefri tak henti-hentinya menangis meratapi sebuah kenyataan pahit yang harus ia terima. Saat itu, ia merasa tidak punya siapa-siapa lagi, kecuali ibunya. Itupun jefri juga tidak mengetahui dimana keberadaan ibunya. Bisa dibayangkan bukan, bagaimana rasanya ditinggal oleh orang-orang yang kita sayangi. Benar-benar sebuah kenyataan yang sulit untuk diterima. Tapi inilah hidup, kadang suka kadang duka.
Berbulan-bulan menunggu, akhirnya Allah SWT mendengarkan doa Jefri. Ibunya yang selama ini ia cari akhirnya dipertemukan dengan Jefri dan kedua adiknya. “saya nggak tahu harus ngomong apa saat itu. Yang jelas, saya belum percaya kalau itu benar-benar ibu.” Ucapnya sambil mengalihkan pandangan. Ibunyapun mengajak Jefri untuk tinggal di Sidoarjo. Jefri menurut dan mau untuk tinggal bersama ibunya. Setelah sekian bulan tinggal di Sidoarjo, Jefri merasa ada yang aneh pada ibunya. Gelagat ibunya akhir-akhir itu membuat hati Jefri tergerak untuk menyelidiki apa yang tengah terjadi. Dan ternyata, selidik punya selidik, Jefri mengetahui sesuatu yang selama ini disimpan erat oleh ibunya. Yaitu sebuah kenyataan pahit bahwa ibu jefri sudah menikah lagi. Jefri sontak marah dan merasa tak rela jika posisi ayah kesayangannya harus digantikan oleh orang lain. Jefri akhirnya memutuskan untuk meninggalkan ibunya dan memilih untuk mengarungi kehidupannya sendiri. Tapi, saat itu jefri galau. Ia bingung harus pergi kemana, sedangkan ia juga masih ingin sekolah. Singkatnya, ia dipertemukan oleh seorang temannya yang merekomendasikan Jefri untuk tinggal di sebuah panti asuhan. Jefripun sangat gembira bukan main. “seneng banget saat itu. Akhirnya bisa sekolah lagi” ujar siswa yang memiliki tinggi badan 170 cm itu. Sejak saat itu kehidupannya berubah, ia resmi menjadi salah satu anak asuh di Panti Asuhan “Nurul Wildan” yang terletak di kawasan Sekardangan. Namun, penderitaannya belum cukup sampai disitu. Ibu Jefri mengetahui keberadaan Jefri dan semua kondisinya saat ini. Ibunya marah bukan main. Bagaimana bisa anak kesayangannya itu tinggal di sebuah panti asuhan. Namun, setelah Jefri berusaha untuk menceritakan semuanya, akhirnya ibu Jefri luluh dan bisa mengerti kemauan Jefri. “pertamanya ibu marah, tapi lama-lama beliau bisa mengerti kemauan saya” ujarnya sambil mengalihkan pandangannya untuk kedua kalinya. Saat ditanya apa ia tidak malu menyandang predikat ‘yatim’ , ia hanya menjawab sebuah jawaban yang simple namun sarat makna, “ bagi saya, predikat yatim bukan penghalang untuk sukses. Buat apa malu. Hidup ini indah kok !! maka dari itu, biarkanlah semua mengalir apa adanya”
NAMA PENULIS : DIMAS PUTRA PERMADI
ASAL SEKOLAH : SMP NEGERI 5 SIDOARJO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar